TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim yang
menangani proyek bandar udara internasional baru Yogyakarta di Kabupaten
Kulon Progo akan memasang benteng di kawasan yang menjadi lokasi
bandara untuk mengantisipasi ancaman bencana tsunami. Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan tim akan
memasang benteng pada jarak 200 meter dari pantai di Temon, Kulon Progo.
Tim itu terdiri atas petugas PT Angkasa Pura dan pemerintah DIY. Menurut Sultan, sejak awal perencanaan proyek, tim telah mengkaji lokasi bandara baru di Temon, Kulon Progo. “Nanti dipasang benteng,” kata Sultan sebelum rapat paripurna di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY, Senin 7 Oktober 2013.
PT Angkasa Pura I merekomendasikan kawasan Glagah hingga Sindutan, Kecamatan Temon, sebagai lokasi proyek bandara berdasarkan hasil studi kelayakan. Bandara baru ini akan menggantikan Bandara Adisutjipto, yang dinilai semakin tak memadai.
Menurut Sultan, tim pelaksana proyek bandara baru Kulon Progo telah mengajukan izin penetapan lokasi di Kecamatan Temon. Tim itu juga telah mengajukan izin penetapan lokasi bandara baru Kulon Progo kepada Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan.” Izin penetapan lahan sudah di meja Menteri. Mohon segera ditandatangani,” kata dia. Namun Sultan belum tahu kapan surat izin itu turun. Ia berharap pembangunan bandara baru di Kulon Progo dimulai pada 2014.
Sultan mengatakan hingga kini belum mendapatkan hasil penelitian pemetaan risiko bencana tsunami oleh Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada. Padahal, UGM telah menyerahkan hasil kesimpulan penelitian kepada pemerintah DIY pada 2012. “Saya tidak tahu. Silakan tanya ke PT Angkasa Pura,” kata dia. Ia menyatakan akan mendengar masukan dari UGM.
Sultan juga menyebutkan saat ini tim khusus proyek pembangunan bandara baru Kulon Progo masih menghitung nilai kompensasi untuk pembebasan lahan warga. Tim konsultan independen akan menghitung nilai tanah yang dibebaskan. Sedangkan PT Angkasa Pura akan membuat perjanjian untuk proses pembebasan lahan. “Kan ada perhitungan kelayakan nilai,” kata Sultan.
Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY, Arif Rahman Hakim, mengatakan penelitian UGM bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah DIY sebelum membangun bandara baru. Komisi C DPRD DIY telah bertemu dengan Dinas Perhubungan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah untuk membahas hasil penelitian UGM. “Kami akan bahas penelitian UGM secara khusus di komisi,” kata Arif.
Tim gabungan Laboratorium Sensor dan Sistem Telekontrol Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, bersama Communication and Rescue Organisasi Amatir Radio Indonesia DIY meneliti kawasan Temon. Menurut tim ini, Kecamatan Temon, Kulon Progo, termasuk dalam jangkauan tsunami karena posisinya landai. Kawasan ini berada pada ketinggian kurang dari 50 meter di atas permukaan air laut. UGM menyatakan kawasan aman dari terjangan tsunami ada di sebelah utara Temon, yang memiliki ketinggian lebih dari 50 meter di atas permukaan laut.
Sunarno mengatakan timnya menyusun peta risiko bencana tsunami yang memberi petunjuk perkiraan mengenai jangkauan terjauh gelombang tsunami di kawasan bagian selatan DIY. Di kawasan batas aman, kata Sunarno, timnya memasang patok-patok penanda berupa tugu batu kecil. “Kami sudah memasang patok-patok di kawasan aman yang dekat dengan tanah lapang,” kata Sunarno.
Patok-patok itu memang tidak mencolok, tapi pemasangannya sudah diinformasikan ke pemerintah daerah masing-masing kawasan. Gambar di peta mengenai garis aman tsunami itu menunjukkan batas memanjang dari kawasan utara Temon, Kulon Progo, hingga Gunungkidul. Bentuknya seperti mangkuk.
Tim itu terdiri atas petugas PT Angkasa Pura dan pemerintah DIY. Menurut Sultan, sejak awal perencanaan proyek, tim telah mengkaji lokasi bandara baru di Temon, Kulon Progo. “Nanti dipasang benteng,” kata Sultan sebelum rapat paripurna di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY, Senin 7 Oktober 2013.
PT Angkasa Pura I merekomendasikan kawasan Glagah hingga Sindutan, Kecamatan Temon, sebagai lokasi proyek bandara berdasarkan hasil studi kelayakan. Bandara baru ini akan menggantikan Bandara Adisutjipto, yang dinilai semakin tak memadai.
Menurut Sultan, tim pelaksana proyek bandara baru Kulon Progo telah mengajukan izin penetapan lokasi di Kecamatan Temon. Tim itu juga telah mengajukan izin penetapan lokasi bandara baru Kulon Progo kepada Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan.” Izin penetapan lahan sudah di meja Menteri. Mohon segera ditandatangani,” kata dia. Namun Sultan belum tahu kapan surat izin itu turun. Ia berharap pembangunan bandara baru di Kulon Progo dimulai pada 2014.
Sultan mengatakan hingga kini belum mendapatkan hasil penelitian pemetaan risiko bencana tsunami oleh Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada. Padahal, UGM telah menyerahkan hasil kesimpulan penelitian kepada pemerintah DIY pada 2012. “Saya tidak tahu. Silakan tanya ke PT Angkasa Pura,” kata dia. Ia menyatakan akan mendengar masukan dari UGM.
Sultan juga menyebutkan saat ini tim khusus proyek pembangunan bandara baru Kulon Progo masih menghitung nilai kompensasi untuk pembebasan lahan warga. Tim konsultan independen akan menghitung nilai tanah yang dibebaskan. Sedangkan PT Angkasa Pura akan membuat perjanjian untuk proses pembebasan lahan. “Kan ada perhitungan kelayakan nilai,” kata Sultan.
Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY, Arif Rahman Hakim, mengatakan penelitian UGM bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah DIY sebelum membangun bandara baru. Komisi C DPRD DIY telah bertemu dengan Dinas Perhubungan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah untuk membahas hasil penelitian UGM. “Kami akan bahas penelitian UGM secara khusus di komisi,” kata Arif.
Tim gabungan Laboratorium Sensor dan Sistem Telekontrol Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, bersama Communication and Rescue Organisasi Amatir Radio Indonesia DIY meneliti kawasan Temon. Menurut tim ini, Kecamatan Temon, Kulon Progo, termasuk dalam jangkauan tsunami karena posisinya landai. Kawasan ini berada pada ketinggian kurang dari 50 meter di atas permukaan air laut. UGM menyatakan kawasan aman dari terjangan tsunami ada di sebelah utara Temon, yang memiliki ketinggian lebih dari 50 meter di atas permukaan laut.
Sunarno mengatakan timnya menyusun peta risiko bencana tsunami yang memberi petunjuk perkiraan mengenai jangkauan terjauh gelombang tsunami di kawasan bagian selatan DIY. Di kawasan batas aman, kata Sunarno, timnya memasang patok-patok penanda berupa tugu batu kecil. “Kami sudah memasang patok-patok di kawasan aman yang dekat dengan tanah lapang,” kata Sunarno.
Patok-patok itu memang tidak mencolok, tapi pemasangannya sudah diinformasikan ke pemerintah daerah masing-masing kawasan. Gambar di peta mengenai garis aman tsunami itu menunjukkan batas memanjang dari kawasan utara Temon, Kulon Progo, hingga Gunungkidul. Bentuknya seperti mangkuk.