Maskapai penerbangan milik pemerintah, Garuda Indonesia, telah memecat Arif Nurcahyono lantaran pramugara senior yang telah bekerja selama 18 tahun itu membawa 28 slop rokok ke Jepang tanpa izin untuk dijual kembali kepada temannya. Tidak terima dengan pemecatan tersebut, pramugara itu keberatan dan mengajukan kasasi.
Kasus bermula saat pramugara yang bergabung dengan Garuda sejak 1994 itu tugas ke Osaka Jepang. Pesawat nomor penerbangan GA 882/DPS-KIX itu berangkat dari Denpasar pada 14 April 2011 pukul 00.45 WITA dan sampai Osaka pukul 08.30 waktu setempat. Sesampainya di Osaka, seluruh penumpang dan awak kabin menuju terminal kedatangan untuk clearence dan pemeriksaan barang-barang. Saat diperiksa petugas bea cukai setempat, ternyata Arif kedapatan membawa 28 slop rokok sehingga didenda JPY 44 ribu.
“Perbuatan Arif berakibat merugikan dan merusak citra Garuda Indonesia di mata petugas Bea dan Cukai Bandara Osaka,” tulis Garuda dalam gugatannya seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Sabtu (30/11/2013). Perbuatan Arif telah melanggar perjanjian kerja bersama (PKB) pasal 28 jenis pelanggaran disiplin tingkat III ayat 1 pin a. Selain itu juga melanggar Pedoman Awak Kabin, melanggar ketentuan bea cukai Jepang. “Tindakan tersebut merupakan tindakan tercela dan tidak terpuji, menodai serta merusak citra, nama baik dan integritas PT Garuda Indonesia Tbk sebagai pembawa bendera negara RI,” lanjutnya.
Menurut Arif, rokok tersebut akan dijual kepada temannya di Osaka. “Rokok dibeli di Denpasar dengan harga Rp 110.000 per slop dan akan dijual kepada teman yang tinggal di Osaka dengan harga Rp 200.000. Keuntungan pribadi yang akan diperoleh dari hasil menjual rokok sebesar Rp 2.520.000,” kata Arif.
Arif mengetahui adanya larangan membawa rokok dalam jumlah besar. Sebelum menjalankan tugas atau dinas terbang telah mendapatkan pengarahan dari pimpinan (purser) agar tidak membawa barang berupa rokok dan barang dagangan lain dalam jumlah besar.
Atas perbuatannya, Garuda lalu mem-PHK Arif. Gugatan ini lalu masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Denpasar. Kepada majelis hakim, Arif keberatan dengan PHK tersebut karena sudah dijatuhi sanksi denda oleh Jepang. “Sungguh aneh, negara (Garuda) memohon untuk mem-PHK dengan tanpa alasan yang jelas,” kata Arif menyanggah gugatan itu.
Setelah menjalani sidang cukup lama, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar mengabulkan sebagian permohonan Garuda. “Menyatakan hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat putus sehak putusan diucapkan,” kata majelis hakim PN Denpasar yang terdiri dari Puji Harian, I Gustu Putu Seuena dan I Ketut Dana.
Atas putusan ini, Arif keberatan dan mengajukan kasasi sehingga putusan yang diketok pada 9 Oktober 2012 tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Permohonan kasasi masuk ke MA pada 20 September 2013 dan mengantongi nomor kasasi 496 K/Pdt.Sus-PHI/2013.
Ternyata, sanksi yang diterima Arif bukan pertama kali sejak bekerja di Garuda. “Pada 2007 Arif pernah mendapatkan sanksi Pelanggaran Tingkat I karena bersikap tidak pantas sebagai pegawai,” ujar pihak Garuda.
Sumber
Kasus bermula saat pramugara yang bergabung dengan Garuda sejak 1994 itu tugas ke Osaka Jepang. Pesawat nomor penerbangan GA 882/DPS-KIX itu berangkat dari Denpasar pada 14 April 2011 pukul 00.45 WITA dan sampai Osaka pukul 08.30 waktu setempat. Sesampainya di Osaka, seluruh penumpang dan awak kabin menuju terminal kedatangan untuk clearence dan pemeriksaan barang-barang. Saat diperiksa petugas bea cukai setempat, ternyata Arif kedapatan membawa 28 slop rokok sehingga didenda JPY 44 ribu.
“Perbuatan Arif berakibat merugikan dan merusak citra Garuda Indonesia di mata petugas Bea dan Cukai Bandara Osaka,” tulis Garuda dalam gugatannya seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Sabtu (30/11/2013). Perbuatan Arif telah melanggar perjanjian kerja bersama (PKB) pasal 28 jenis pelanggaran disiplin tingkat III ayat 1 pin a. Selain itu juga melanggar Pedoman Awak Kabin, melanggar ketentuan bea cukai Jepang. “Tindakan tersebut merupakan tindakan tercela dan tidak terpuji, menodai serta merusak citra, nama baik dan integritas PT Garuda Indonesia Tbk sebagai pembawa bendera negara RI,” lanjutnya.
Menurut Arif, rokok tersebut akan dijual kepada temannya di Osaka. “Rokok dibeli di Denpasar dengan harga Rp 110.000 per slop dan akan dijual kepada teman yang tinggal di Osaka dengan harga Rp 200.000. Keuntungan pribadi yang akan diperoleh dari hasil menjual rokok sebesar Rp 2.520.000,” kata Arif.
Arif mengetahui adanya larangan membawa rokok dalam jumlah besar. Sebelum menjalankan tugas atau dinas terbang telah mendapatkan pengarahan dari pimpinan (purser) agar tidak membawa barang berupa rokok dan barang dagangan lain dalam jumlah besar.
Atas perbuatannya, Garuda lalu mem-PHK Arif. Gugatan ini lalu masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Denpasar. Kepada majelis hakim, Arif keberatan dengan PHK tersebut karena sudah dijatuhi sanksi denda oleh Jepang. “Sungguh aneh, negara (Garuda) memohon untuk mem-PHK dengan tanpa alasan yang jelas,” kata Arif menyanggah gugatan itu.
Setelah menjalani sidang cukup lama, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar mengabulkan sebagian permohonan Garuda. “Menyatakan hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat putus sehak putusan diucapkan,” kata majelis hakim PN Denpasar yang terdiri dari Puji Harian, I Gustu Putu Seuena dan I Ketut Dana.
Atas putusan ini, Arif keberatan dan mengajukan kasasi sehingga putusan yang diketok pada 9 Oktober 2012 tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Permohonan kasasi masuk ke MA pada 20 September 2013 dan mengantongi nomor kasasi 496 K/Pdt.Sus-PHI/2013.
Ternyata, sanksi yang diterima Arif bukan pertama kali sejak bekerja di Garuda. “Pada 2007 Arif pernah mendapatkan sanksi Pelanggaran Tingkat I karena bersikap tidak pantas sebagai pegawai,” ujar pihak Garuda.
Sumber