TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pelaku usaha di bidang pariwisata mendesak Dewan Pengurus Pusat (DPP) Association of the Indonesian Tour and Travel (Asita) untuk mendirikan bisnis penerbangan yakni Asita Air, akibat tak jelasnya lagi komitmen airlines dengan agen perjalanan dan pariwisata.
"Ini termasuk dalam rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Asita tahun 2013 yang berlangsung 15-17 November 2013 di Medan," kata H Febby Dt Bangso Nan Putiah, Wakil Ketua DPP Asita bidang Tata Niaga, Selasa (19/11/2013).
Berdasarkan perjanjian Agen Pasasi Penumpang, kata Febby, dulu setiap travel agent mendapat komisi 7 persen dari basic fare tiket. Namun sekarang semakin tidak jelas.
Dikatakan Febby, sebelumnya airlines menganggap travel agent adalah mitra, namun sekarang travel agent dianggap cost.
"Pihak airlines melakukan inovasi pemasaran, namun tidak lagi menghargai kemitraan
yang terjalin dengan travel agent. Misalnya, melakukan kerjasama dengan perbankan dan minimarket dalam penjualan tiket," lanjutnya.
Bahkan, pihak airlines juga melakukan kerjasama dengan sejumlah corporate dengan memberikan diskon harga tiket melebihi travel agent. "Ini kan sudah tidak sepantasnya. Padahal sampai hari ini, pangsa pasar agen perjalanan 70 persen berupa penjualan tiket pesawat," ungkap Febby.
Untuk itu, Febby juga meminta DPP Asita segera menyikapi soal deposit travel agent di perusahaan penerbangan, yang harusnya bisa diproteksi jika maskapai yang bersangkutan bangkrut.
Seperti pada kasus Adam Air dan Batavia Air, agen perjalanan menderita rugi puluhan miliar akibat uang deposit hilang tanpa adanya pengganti.
"Terakhir, kami minta DPP Asita untuk melakukan kerjasama dengan lembaga perlindungan konsumen terhadap hal-hal yang dirugikan, yang dilakukan pihak airlines terhadap penumpang," jelas Febby. *
Sumber
"Ini termasuk dalam rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Asita tahun 2013 yang berlangsung 15-17 November 2013 di Medan," kata H Febby Dt Bangso Nan Putiah, Wakil Ketua DPP Asita bidang Tata Niaga, Selasa (19/11/2013).
Berdasarkan perjanjian Agen Pasasi Penumpang, kata Febby, dulu setiap travel agent mendapat komisi 7 persen dari basic fare tiket. Namun sekarang semakin tidak jelas.
Dikatakan Febby, sebelumnya airlines menganggap travel agent adalah mitra, namun sekarang travel agent dianggap cost.
"Pihak airlines melakukan inovasi pemasaran, namun tidak lagi menghargai kemitraan
yang terjalin dengan travel agent. Misalnya, melakukan kerjasama dengan perbankan dan minimarket dalam penjualan tiket," lanjutnya.
Bahkan, pihak airlines juga melakukan kerjasama dengan sejumlah corporate dengan memberikan diskon harga tiket melebihi travel agent. "Ini kan sudah tidak sepantasnya. Padahal sampai hari ini, pangsa pasar agen perjalanan 70 persen berupa penjualan tiket pesawat," ungkap Febby.
Untuk itu, Febby juga meminta DPP Asita segera menyikapi soal deposit travel agent di perusahaan penerbangan, yang harusnya bisa diproteksi jika maskapai yang bersangkutan bangkrut.
Seperti pada kasus Adam Air dan Batavia Air, agen perjalanan menderita rugi puluhan miliar akibat uang deposit hilang tanpa adanya pengganti.
"Terakhir, kami minta DPP Asita untuk melakukan kerjasama dengan lembaga perlindungan konsumen terhadap hal-hal yang dirugikan, yang dilakukan pihak airlines terhadap penumpang," jelas Febby. *
Sumber