Home » » Pengamat: Ada Peran Aktif Kemenhub dalam Krisis Penerbangan Indonesia

Pengamat: Ada Peran Aktif Kemenhub dalam Krisis Penerbangan Indonesia

Senin, 23 Juni 2014 | 23.6.14

Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menilai, ada peran aktif dari Kementerian Perhubungan dalam menciptakan krisis dunia penerbangan Indonesia yang ditandai dengan maskapai Tigerair Mandala yang berhenti beroperasi 1 Juli 2014.

Dia menyebut, Kementerian Perhubungan memberikan kemudahan izin operasional bagi maskapai yang hanya memiliki dua unit pesawat, utamanya pada dekade 2000-an saat penerbangan Low Cost Carriers (LCC) mulai marak.

“Hal itu menyebabkan iklim dunia usaha penerbangan berjadwal menjadi tidak sehat karena sewaktu-waktu maskapai tersebut bisa saja berhenti melayani rute penerbangan yang telah diizinkan karena bisa terdampak kenaikan bahan bakar maupun depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar,” kata Dudi seperti dilansir Bisnis.com.

Dia menyebut, semestinya ada ketentuan minimal maskapai harus punya lima pesawat saat mulai beroperasi jika mau sehat. “Bisa dua unit milik sendiri, tiga unit sewa atau sebaliknya dua sewa, tiga milik sendiri. Jadi tidak seenaknya seperti saat ini,” katanya.

Dudi menilai, utilitas pesawat bisa dimaksimalkan untuk mendorong pendapatan maskapai dengan adanya lima pesawat. Jadi, maskapai bisa bertahan jika ada kenaikan bahan bakar maupun depresiasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS.

“Selain merevisi aturan tentang jumlah minimal armada, lanjutnya, perlu juga dibuat suatu aturan yang mewajibkan maskapai penerbangan untuk menyimpan dana jaminan dengan besaran jumlah tertentu pada sebuah lembaga keuangan,” kata dia.

Dana jaminan itu katanya, bisa digunakan sewaktu-waktu untuk membayar pesangon karyawan jika maskapai tersebut memutuskan untuk berhenti beroperasi sehingga nasib karyawan tidak terombang-ambing seperti yang dialami maskapai Batavia Air.

Dia juga menekankan pentingnya perbaikan infrastruktur fisik di bandara maupun sistem navigasi lalu lintas udara agar pesawat tidak berlama-lama mengantre saat masih di udara maupun di bandara karena bisa menyebabkan pemborosan bahan bakar. “Jika aturan mendasar yang bisa mendorong maskapai penerbangan di Indonesia lebih kuat tidak disiapkan, maka dalam era Open Sky 2015 maskapai dalam negeri sulit bersaing dengan maskapai dari luar,” tambahnya.


Sumber

Share this article :

Post Comment